Pencarian

Jumat, 19 Juni 2015

Makalah Filsafat Ilmu (Epistemologi)



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

      Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bias terpenuhi secara cepat dan mudah. Ilmu juga meruupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
      Epistemology merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu yang benar. Epistemologiadalah istilah yang berasal dari bahasa yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan sebagai pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemology secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa nasional menjadi theory of knowledge.
Dalam makalah ini membahas tentang masalah cara mendapatkan ilmu. artinya untuk mendapatkan sebuah ilmu atau pengetahuan, seseorang harus menggunakan cara bagaimana mendapatkan ilmu atau pengetahuan tersebut dengan benar.

B.     Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
               1.      Apa pengertian peistemologi ?
               2.      Apa arti dari pengetahuan ?
               3.      Bagaimana terjadinya pengetahuan ?
               4.      Apa saja jenis-jenis pengetahuan ?
              5.      Bagaimana asal-usul pengetahuan ?
              6.      Apa manfaat teoritis-epistemologis ?

C.     Tujuan Penulisan

    Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa/I :
             1.      Mengetahui pengertian epistemology.
             2.      Mengetahui arti dari pengetahuan itu apa.
             3.      Mampu mengetahui dan menjelaskan terjadinya pengetahuan.
            4.      Menegtahui jenis-jenis pengetahuan.
            5.      Mampu mengetahui dan menjelaskan asal-usul pengetahuan.
            6.      Mengetahui manfaat teoritis-epistemologis.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Epistemologi

Epistemology berasal dari bahasa yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan sebagai pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemology secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa nasional menjadi theory of knowledge.
Menurut J.A. Niels Mulder, epistemology merupakan cabang filsafat yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas, dan berlakunya dari ilmu pengetahuan.
Menurut Jacques Veuger mengemukakan, epistemology ialah pengetahuan tentang pengetahuan dan pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan kita sendiri bukannya pengetahuan orang lain atau pengetahuan kita yang mengetahui pengetahuan kita.
Istilah-istilah lain yang setara maksudnya dengan ‘epistemologi’ dalam berbagai kepustakaan filsafat kadang-kadang disebut juga logika material, criteriology, kritika pengetahuan,gnosiology dan dalam bahasa Indonesia lazim dipergunakan istilah ‘Filsafat Pengetahuan[1].
1.      Logika material
Logika material merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan kebenaran materiil, yang kadang-kadang disebut juga dengan kebenaran autentik atau otentisitas isi pemikiran.
2.      Kriteriologia
Istilah kriteriologia berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran, yang berarti ukuran untuk menetapkan benar-tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan tertentu. Sehingga kriteriologi merupakan suatu cabang filsafat yang berusaha untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan berdasarkan ukuran tentang kebenaran.
3.      Kritika pengetahuan
Kritika pengetahuan dalap diartikan menunjuk kepada suatu ilmmu pengetahuan yang berdasarkan tinjauan secara mendalam berusaha menentukan benar tidaknya suuatu pikiran atau pengetahuan manusia. Kritikan disini dapat dikatakan sejenis usaha manusia untuk menetapkan, apakah suatu pikiran atau pengetahuan manusia itu sudah benar atau tidak denar dengan jalan meninjaunya secara sedalamm-dalamnya.
4.      Gnoselogia
Istilah gnoselogia berasal dari kata gnosis dan logos. Gnosis berarti pengetahuan yang bersifat keilahian, logos berarti ilmu pengetahuan. Sehingga, gnoselogia berarti ilmu pengetahuan atau cabangfilsafat yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pengetahuan, khususnya mengenai pengetahuan yang bersifat keilahian.
5.      Filsafat pengetahuan
Filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan.
Epistemologi sangat berkaitan erat dengan ilmu-ilmu lain. Contoh kaitannya dengan ilmu Biologi adalah ketika seseorang melakukan penelitian tentang ikan, dimana ikan ini termasuk ke dalam hewan vertebrata. Maka muncul beberapa pertanyaan seperti :
Ø Apakah benar ikan itu termasuk ke dalam vertebrata ?
Ø Bagaimana cara kita mengetahui bahwa ikan termasuk hewan vertebrata ?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka di jawab dengan epistemology karena epistemology itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu yang benar.

B.     Arti pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atas segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada di dalam pikiran manusia, tanpa pikiran pengetahuan tidak akan eksis. Oleh karena itu, keterkaitan antara pengetahuan dan pikiran merupakan sesuatu yang kodrati. Bahm[2] menyebutkan ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, yaitu:
             1.      Mengamati (observes); pikiran berperan dalam mengamati objek-objek.
          2.      Menyelidiki (inquires); ketertarikan pada objek dikondisikan oleh jenis-jenis objek yang tampil.
            3.      Percaya (believes); manakala suatu objek muncul dalam kesadaran, biasanya objek-objek itu diterima sebagai objek yang menampak.
           4.      Hasrat (desires); kodrat hasrat ini mencakup kondisi biologis serta psikologis dan interaksi dialektik antara tubuh dan jiwa.
            5.      Maksud (intends); memiliki perasaan yang mendorong ketika melakukannya.
            6.      Mengatur (organizes); setiap pikiran adalah suatu organism yang teratur dalam diri seseorang.
           7.      Menyesuaikan (adapts); menyesuaikan pikiran sekaligus melakukan pembatasan-pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui  kondisi keberadan yang tercakup dalam otak dan tubuh di dalam fisik, biologis, lingkungan social dan cultural dan keuntungan yang terlihat pada tindakan, hasrat, dan kepuasaan.
            8.      Menikmati (enjoys); pikiran pikiran mendatangkan keasyikan.

C.     Terjadinya pengetahuan

Terjadinya pengetahuan ditimbulkan karena sudut pandang dari filsafat mengenai apakah pengetahuan itu terjadi karena pengetahuan a priori atau pengetahuan a posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman bathin. Sedangkan, pengetahuan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif[3]. Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis mengemukakan ada enam hal, yaitu sebagai berikut:
           1.      Pengalaman indra (Sense Experience)
Pengalaman indra merupakan sumber pengetahuan yang berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indra.
           2.      Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapat pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah tentang asas-asas pemikiran berikut ini:
a)      Principium Identitas, adalah sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri (A=A). Asas ini biasa juga disebut dengan asas kesamaan.
b)      Principium Contradictionis, maksudnya bila terdapat dua pendapat yang bertentangan, tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan atau dengan kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut sebagai asas pertentangan.
c)      Principium Tertii Exclusi,  yaitu pada dua pendapat yang berlawankan tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah. Kebenaran hanya terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Asas ini biasa disebut juga dengan asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
           3.      Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Yang mana pengetahuan ini terjadi karena adanya otoritas atau pengetahuan yang terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
           4.      Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang berupa pengetahuan.
           5.      Wahyu (Revelation)
Wahyu disini dapat dartikan sebagai salah satu sumber pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mempunyai keyakinan pengetahuan dan secara dogmatic akan melaksanakannya dengan baik.
           6.      Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Yang mana keyakinan ini melulu kemampuan kejiwaan manusia yang merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan yang bersifat statis.

D.    Hubungan episteminologi terhadap Al-qur’an dan Hadis.

      Sebagaimana paradigm dari episteminologi mengenai cara mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar. Tentunya dapat dilakukan melalui cara-cara secara sistematis, empiris dan objektif. Dalam hal ini seseorang dapat dinyatakan mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar setelah melalui beberapa system yang terstruktur. Mengenai apa ? Bagaimana? Apakah? Seperti yang dijelaskan dalam Al-qur’an mengenai proses penciptaan manusia dalam surah Al-Mukminum ayat 12-15. Yang artinya,
“Dan sesungguhanya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.”

D.    Jenis-jenis pengetahuan

Pengetahuan itu menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi atas:
              1.      Pengetahuan nonilmiah
Pengetahuan nonilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang sesuatu atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Contoh tangkapan-tangkapan terhadap hal-hal yang biasanya disebut gaib.
             2.      Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Jenis-jenis pengetahuan juga dapat dilihat pendapat Plato dan Aristoteles. Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan-tingkatan pengetahuan sesuai dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya adalah sebagai berikut:
a)      Pengetahuan Eikasia (Khayalan)
Pengetahuan eikasia ialah pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran yang mana berisi hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan manusia yang berpengetahuan.
b)      Pengetahuan Pistis (Substansial)
Pengetahuan pistis adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung yang mana isi pengetahuan semacam ini mendekati suatu keyakinan (kepastian yang bersifat sangat pribadi atau kepastian subjektif) dan mengandung nilai kebenaran apabila mempunyai syarat-syarat yang cukup bagi suatu tindakan mengetahui; misalnya mempunyai pendengaran yang baik, penglihatan normal, serta indra yang normal.
c)      Pengetahuan Dianoya (Matematik)
Pengetahuan dianoya adalah pengetahuan yang tingkatan di dalamnya terdapat sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta atau objek yang tampak, tetapi juga terletak pada bagaimana cara berpikirrnya. Pengetahuan ini disebut juga dengan pengetahuan piker.
d)     Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan noesis adalah pengetahuan yang objeknya ialah prinsip-prinsip utama yang mencakup epistemologik dan metafisik.
Pengetahuan yang umumnya merupakan kumpulah dinamakan rational knowledge yang dipisahkan dalam tiga jenis, yaitu:
1.    Pengetahuan produksi (seni)
2.    Pengetahuan praktis (etika, ekonomi, politik)
   Dalam penelitian boleh meneliti apa saja akan tetapi objek yang diteliti adalah sesuatu yang dapat dilihat (konkrit) bukan yang abstrak dan dalam proses penelitian itu juga harus empiris atau ttersusun agar lebih efisien.

E.     Asal Usul Pengetahuan

     Untuk mendapatkkan dari mana ilmu pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran dalam pengetahuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana berfikir ilmiah.
           1.      Aliran-Aliran dalam Pengetahuan
Dari aliran ini tampak jelas perbedaannya bagaimana pengetahuan itu berasal.Aliran itu, yakni sebagai berikut.
a)      Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal).Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah.Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang didapatkan oleh akal.Akal dapat menurunkan kebenaran daripada dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas pertama yang pasti.Metode yang diterapkan adalah deduktif.Teladan yang dikemukkakan adalah ilmu pasti. Filsufnya antara lain Rene Descartes, B. Spinoza, dan Leibniz.
Rene Descartes membedakan tiigga ide yang ada pada diri manusia, yaitu (1) innate ideas adalah ide bawaan yang dibawa manusia sejak lahir, (2) adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal dari luar diri manusia, dan (3) factitious ideas adalah ide-ide yang dihhasilkan olehh pikiran itu sendiri[4].
b)      Empirisme
Aliran ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi sumbe pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun lahiriah. Akal bukan jadi sumbber pengetahuan, ttetapi akal mendaoat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah Induksi. Filsuf empirisme antara lain John Locke, David Hume, Williams James.
c)      Kritisisme
Penyelesaian pertentangan antara rasionalisme dan empirisme hendaak diselesaikan oleh Immmanuel Kant dengan kritisismenya. Menurut I Kant, peranan budi sangat besar sekali. Hal ini tampak dalam pengetahuan apriorinya, baik yang analitis maupun yang sintetis. Di samping itu, peranan pengalaman (empiris) tampak jelas dalam pengetahuan aposteriorrinya.
Dalam kritik atas Rasio Murni,  .I. Kant membedakan tiga macam pengetahuan, sebagai berikut.
(1)   Pengetahuan analitiis: di sini predikat sudah termuat dalam subjek. Predikat diketahui melaui analisis subjek. Misalnya, lingkaran bulat.
(2)   Pengetahuan sintetis aposteriori: di sini predikat dihubungkan denggan subjek berdasar pengalaman indrawi. Misalnya, kalimat “Hari ini sudah hujan”, merupakan hasil observasi indrawi “sesudah” obserrvasi saya, saya bias mengatakan bahwa S adalah P.
(3)   Pengetahuan sintetis apriori: akal budi dan pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pasti, ilmu pesawat, ilmu alam bersifat sintetis apriori. Kalau saya tahu bahwa 10+5= 15 memang terjadi sesuatu yang sangat istimewa[5].
d)     Positivisme
Positivisme berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktul, dan yang positif. Segala uraian dan persoalan yang diluar apa yang ada sebagai fakta atau kenyataan dikesampingkan. Arti segala ilmu pengetahuan adalah mengetahui untuk dapat melihat ke masa depan.
Tokoh positvisme adalah August Comte. Menurut August Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 tahaap atu 3 zaman, yaitu zaman teologis, zaman metafisis, dan zaman ilmiah atau zaman positif. Perkembangan yang demikian itu berlaku, baik bagi perkembangan pemikiran perorangan maupun gabi perkembanganpemikiran seluruh umat manusia..
(1)   Pada zaman teologis orang mengarahkan rohnya kepada hakikat ‘batiniah’ segala sesuatu, kepada ‘sebab pertama’ dan ‘tujuan terakhir’ segala sesuatu. Orang yakin  bahwa dibelakang tiap kejadian tersirat suatu pernyataan kehendak yang secara khusus. Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap, yaitu a. tahap yang paling bersahaja atau primitive, ketikka orang mengangggap bahwa semua benda berjiwa (animisme); b. tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu masing-masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati, yang melatarbelakanginya, sedemikian rupa sehingga setiap kawasan gejala memiliki dewa-dewanya sendiri (politeisme); c. tahap yang tertiing, ketika ornag mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
(2)   Zaman metafisika, sebenarnya hanya mewujudkkan suatu perubahan  saja dari zaman teologis. Sebab kekuatan yang adikodrati atau dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan yang abstrak, dengan pengertian atau dengan pengada yang lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam suatu yang bersifat umu, yang disebut aam dan yang dipandang sebagai as all segala penampakan atau gejala yang khusus.
(3)   Zaman positif adalh zamman ketika orang tahu, bahwa tiada gunanya bberusaha untuk menccapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, bagi pengenalan teologis maupun pengenalan mettafisis.
      2.      Metode Ilmiah
Metodologi merupakan hal yang mengkaji urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah.Metode yang digunakan bias berbeda, hal itu tergantung pada jenis, sifat, dan bentuk objek material dan objek formal yang tercakup di dalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point of view), tujuan, dan ruang lingkup (scope) masing-masing disiplin itu.
Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju,melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos ( jalan, perjalanan, cara, arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipoteis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut sistematuran tertentu[6].
Peter R. Senn dalam membedakan metode dengan metodologi[7] berpendapat  bahwa metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang menpunyai langkah-langkah sistematis. Adapun metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode-metode tersebut.
Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua macam, yaitu sebagi berikut:
a)      Metode ilmiah yang bersifat umum
Metode lmiah yang bersifat umum masih dapat dibagi dua, yaitu metode analitiko-sintesis dan metode non-deduksi. Metode analitiko-sintesis merupakan gabungan dari metode analisis dan metode sintesis. Metode non-deduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi.
Metode analisis ialah cara penanganan terhadap barang sesuatu atau sesuatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Pengetahuan analitik a priori misalnya, definisi segitiga yang menyatakan bahwa segitiga merupakan suatu bidang yang dibatasi oleh tuga garis lurus yang saling beririsan yang membentuk sudut-sudut yang berjumlah 180o.
Metode sisntesis ialah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Sehingga, menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru.
Metode deduksi ialah cara penangananterhadap suatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan atas ketentuan yang bersifat umum.
Metode induksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan yang  bersifat umum atau bersifat lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus.
b)      Metode penyelidikan ilmiah
Metode pnyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode penyelidikan yang berbentuk daur atau metode siklus, emprus dan metode vertical atau yang yang berbentuk garis lempang atau metode linier.
Metode siklus-empiris ialah suatu cara penanganan terhadap sesuatu objek linier tertentu yang biasanya bersifat empiris-kealaman dan yang penerapannya terjadi ditempat yang tertutup, seperti di dalam laboratorium dan sebagainya.
Metode vertical atau berbentuk garis tegak lurus atau meted linear atau berbentuk garis lempang digunakan dalam penyelidikan yang pada umumnya mempunyai objek materialnya berupa hal-hal yang pada dasarnya bersifat kejiwaan, yaitu yang lazimnya berupa atau terjelma dengan tingkah laku manusia dalam berbagai bidang kehidupan, seperti dalam bidang poltik, ekonomi, social, dan sebagainya.
     3.      Sarana berpikir ilmiah
Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya ada tiga,
a)      Bahasa lmiah, terbagi menjadi dua:
Ø  Penggolongan bahasa, dalam penelaahan bahasa pada umumnya dibedakan antara alami dan bahasa buatan.
·         Bahasa alami ialah bahasa sehari-hari yang biasa digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas dasar pengaruh alam sekelilingnya.
·         Bahasa buatan ialah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu.
Ø  Fungsi bahasa, sebagai pernyataan pikiran atau perasaan dan alat komunikasi manusi, bahasa mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu:
·         Fungsi ekspresif atau emotif  nampak pada pencurahan rasa takut serta takjub yang dilakukan serta merta pada pemujaan-pemujaan, demikian juga pencurahan seni suara maupun seni sastra.
·         Fungsi efektif atau praktis Nampak jelas untuk menimbulkan efek psikologis terhadap orang lain dan sebagai akibatnya mempengaruhi tindakan-tindakan mereka kearah kegiatan atau sikap tertentu yang diinginkan.
·         Fungsi simbolik di pandang dalam artian yang luas, meliputi fungsi logic serta komunikatif karena arti itu dinyatakan dalam symbol bukan hanya untuk menyatakan fakta saja, melainkan juga untuk menyampaikan kepada orang lain.
b)      Logika dan matematika
Logika dan matematika merupakan dua pengetahuan yang selalu berhubungan erat, yang keduanya sebagai saran berpikir deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa artifisial, yakni murni bahasa buatan. Baik logika maupun matematika lebih mementingkan bentuk logis pernyataan-pernyataannya mempunyai sifat yang jelas pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
c)      Logika dan statistika
secara etimologi kata statistic berasal dari kata status (bahasa latin) yang memounyai persamaan arti dengan kata state (bahasa inggris), yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Negara. Pada mulanya, kata statistic diartikan sekumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu Negara. Namun, pada perkembangan selanjutnya arti kata statistic hanya dibatasi pada sekumpulan bahan keterangan yang berwujud angka saja.
Logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep yang berlaku umum. Penalaran induktif dalam penalaran ilmiah yang bertitik tolak pada sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hokum ilmiah, maka secara berurutan sebagai proses penalaran dapatlah disusun sebagai berikut: obsevasi dan eksperimen, hipotesis ilmiah, verifikasi dan pengukuhan, teori dan hukum ilmiah.
Metode penyimpulan kausal, pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf Inggris John Stuart Mill, sehingga metode ini sering disebut metode Mill. Metode kausal dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
Ø  Metode persesuaian
Ø  Metode perbedaan
Ø  Metode gabungan persesuaian dan perbedaan
Ø  Metode sisa
Ø  Metode perubahan seiring
Jadi, peran statistic dalam kegiatan penelitian ilmiah dapat dikemukakan sebagai berikut:
Ø  Memungkinkan pencatatan data penelitian dengan eksak.
Ø  Memandu peneliti untuk menganut tata piker dan tata kerja yang definitive dan eksak
Ø  Menyajikan cara-cara meringkas data ke dalam bentuk ang bermakna lebih banyak dan lebih mudah mengerjakannya.
Ø  Memberikan dasar-dasar untuk menarik simpulan melalui proses yang meliputi tata cara yang diterima oleh ilmu
Ø  Memberikan landasan untuk meramalkan secara ilmiah tentang bagaimana suatu gejala akan terjadi dalam kondisi yang telah diketahui.

F.   Manfaat Teoretis-Epistemologis

           1.      Menangkap Substansi Ilmu
a.       Menemukan ekslempar-ekslempar dalam suatu ilmu
Ekslempar bias berupa kebiasaan-kebiasaan nyata, keputusan-keputusan hukum yang diterima, hasil-hasil nyata perkembangan ilmu pengetahuan serta hasil-hasil penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum. Sebagai contoh, kedua hasil karya Durkheim, Suicide dan The Rule of Socieological Methode yang mendapat pengakuan dan diterima secara umum dikalangan ilmuwan social sehingga menempati kedudukan sebagi ekslemplar dalam paradigm sosiologi, yakni paradigm fakta social dan paradigm definisi social. Begitu pula karya Weber tentang Social Action yang menjaadi ekslemplar bagi kedua paradigm di atas[8].
      Sudah barang tentu, dalam ilmu-ilmu lain akan banyak dijumpai ekslemplar-ekslemplar semacam ini. Penelitian yang serius akan dapat menemukan penemuan-penemuan baru yang nyata (ekslemplar) dealam suatu bidang ilmu yang di dalamnya mencetuskan paradigm tertentu. Dari ekslemplar inilah nantinya suatu tawaran paradigmma akan mudah dikenali.
b.      Mencari paradigma dalam ekslemplar-ekslemplar
      Bila ingin menggunakan sosiologi pengetahuan dalam meneropong ilmu-ilmu keislaman, seseorang harus mencermati paradigma-paradigma yang pernah muncul dalam setiap ilmu. Setelah paradigma-paradigma yang ada dalam suatu ilmu ditemukan, maka ia dapat melakukan identifikasi atas teori-teori yang bernaung dalam salah satu dari paradigma-paradigma yang ada.
c.       Mengidentifikasi teori-teori dalam suatu paradigma
      Secara bahasa adalah sekumpulan ide yang telah dibuktikan secara semsestinya dan dipergunakan untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa[9]. Dalam pandangan filsafat ilmu kontemporer, teori adalah sebuah system praanggapan-praanggapan yang memandu jalanya penelitian keilmuan. Praanggapan-praanggapan dalam dunia ilmu tidak bias dikatakan kebal dari perubahan[10]. Oleh karena itu, praanggapan-praanggapan harus selaly diklarifikasi melalui research yang tidak pernah berhenti. Hal demikian penting karena darah ilmu dewaasa ini adalah research yang terus-menerus (continuing research), bukannya hasil akhir yang baku[11].
2. Mengembangkan paradigma
a.       Menelusuri kaitan antara paradigm dengan konteks sosio-historinya
      Paradigma yang muncul dalam stiap pengetahuan pasti tekait dengan kondissi dan situasi social pada waktu dan tempat tertentu.kebenaran yang dicapai pada tempat dan zaman tertentu hanya merupakan kebenaran yang temporer dan lokasional.Ia hanyalah kebenaran yang dihasilkan dari suati perspektif saja. Untuk mendapatkan kebenaran yang lebih tinggi dari itu, maka harus dilakukan dialog antara berbagai perspektif, sehingga tercapai kebenaran consensus atau kebenaran intersubjektif.
b.      Mencari paradigm baru berdasarkan analisi: persoalan sosio-historis kontemporer
      Mencari kemungkinan paradigm baru berdasarkan analisis persoalan sosio-historis kontempore merupakan pekerjaan yang tidak mudah.Seorang peneliti harus memiliki kemampuan memahami persoalan-persoalan social kemasyarakatan secara tepat. Di samping itu, ia juga harus memiliki kemampuan akademik yang mumpuni dalam suatu bidang ilmu yang ditekuninya, sehingga ia bias mengetahui kelemahan-kelemahan paradigm yang tellah ada sebelumnya dan mencarikan paradigm baru yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. Untuk dapat menemukan paradigm baru yang relevan dengan tuntutan realitas masyarakat, seseorang harus memiliki paling tidak dua kemampuan sekaligus yakni kemampuan analisis social dan kemampuan akademik yang tinggi atas ilmu yang menjadi spesialisasinya.
c.       Mencari teori-teori barudalam paradigma baru
      Mencari kemungkinan teori-teori baru yang bernaung dalam paradigm baru merupakan tugas yang harus dilakukan bagi para pengkaji sosiologi pengetahuan dalam ilmu keislaman.Hal ini terjadi karena paradigm baru ilmu-ilmu keislaman merupakan persoalan tersendiri yang tidak mudahdiselesaikan. Sementara paradigma baru masih dicari, tugas mencari teori-teori baru juga tidak bisa ditunda lagi.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

      Jenis-jenis pengetahuan terbagi atas dua, yaitu pengetahuan nonilmiah dan pengetahuan ilmiah. Yang mana pengetahuan ilmiah terbagi lagi atas, pengetahuan khayalan, subtansial, matematik dan filsafat. Ilmu pengetahuan itu muncul (berasal) bias dilihat dari aliran-aliran dalam pengetahuan, dan bias dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana berfikir ilmiah.
Untuk mendapatkkan dari mana ilmu pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran dalam pengetahuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana berfikir ilmiah.
      Manfaat dari teoritis-epistemologi pun sangat banyak di antaranya, menangkap subtansi ilmu dan mengembangkan paradigma. Maka dari itu lah pengetahuan mengenai epitemologi ini sangat diperlukan untuk di pelajari, terutama untuk mengetahui apa hakikat dari pengetahuan itu sendiri.

B.     Saran

Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan adanya saran atau kritik yang membangun guna untuk kemajuan makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah sederhana ini dapat membantu para pembaca untuk menambah wawasan dan dalam hal mengetahui yyitik kebenaran mengenai apa itu hakikat dari pengetahuan dari pangan para filsuf melalui media filsafat ilmu ini.

DAFTAR PUSTAKA


·         Ahmad Tafsir. 2004. FILSAFAT ILMU. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.
·         Jujun S. Suriasumantri. 2003. FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR              POPULER.PT Pancaranintan Indahgraha : Jakarta.
·         Muhyar Fanani. 2008. METODE STUDI ISLAM. Pustaka Pelajar : Semarang.
·         Surajiyo.2007. FILSAFAT ILMU dan PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA. Bumi Aksara : Jakarta
·   Stefanus Supriyanto,Ms. 2013. FILSAFAT ILMU. Prestasi Pustaka : Surabaya



[1] Abbas Hamami M., 1982, hlm.1
[2]dalam Rizal Mustansyir dkk., 2011
[3]Abbas Hamami M., 1982, hlm. 11
               
[4]Ali Mudhofir, 1996, hlm.24
[5]Abbas Hamami, 1982
[6]Anton Bakker,19884,hlm. 10
[7]dalam Jujun S. Suriasumantri,1987
[8]George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terj. Alimandan (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003), 5-6
[9]AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, (Oxford: oup, 1996), 1237.
[10]A.B. Shah, Metodologi Ilmu Pengetahuan Ilmiah, terj. Hasan Basari (Jakarta: Yayasan Obor, 1986), 75.
[11]Harold I. Brown, Perpection, Theory and Commitment: The New Pholosophy of Science (Chicago: The University of Chicago Press, 1979), 165-6.


Komentar yang membangun sangat dinantikan

Tidak ada komentar: