BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting
bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bias
terpenuhi secara cepat dan mudah. Ilmu juga meruupakan sarana untuk membantu
manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Epistemology merupakan bagian dari
filsafat ilmu yang mempertanyakan tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu yang
benar. Epistemologiadalah istilah yang berasal dari bahasa yunani, episteme dan logos. Episteme biasa
diartikan sebagai pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemology secara
etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya
disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa nasional menjadi theory of knowledge.
Dalam
makalah ini membahas tentang masalah cara mendapatkan ilmu. artinya untuk
mendapatkan sebuah ilmu atau pengetahuan, seseorang harus menggunakan cara
bagaimana mendapatkan ilmu atau pengetahuan tersebut dengan benar.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian
peistemologi ?
2. Apa arti dari
pengetahuan ?
3. Bagaimana terjadinya
pengetahuan ?
4. Apa saja jenis-jenis
pengetahuan ?
5. Bagaimana asal-usul
pengetahuan ?
6. Apa manfaat
teoritis-epistemologis ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
agar mahasiswa/I :
1. Mengetahui pengertian
epistemology.
2. Mengetahui arti dari
pengetahuan itu apa.
3. Mampu mengetahui dan
menjelaskan terjadinya pengetahuan.
4. Menegtahui
jenis-jenis pengetahuan.
5. Mampu mengetahui dan
menjelaskan asal-usul pengetahuan.
6. Mengetahui manfaat
teoritis-epistemologis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi
Epistemology
berasal dari bahasa yunani, episteme
dan logos. Episteme biasa diartikan sebagai pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau
teori. Epistemology secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang
benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa nasional
menjadi theory of knowledge.
Menurut
J.A. Niels Mulder, epistemology merupakan cabang filsafat yang mempelajari soal
tentang watak, batas-batas, dan berlakunya dari ilmu pengetahuan.
Menurut
Jacques Veuger mengemukakan, epistemology ialah pengetahuan tentang pengetahuan
dan pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan kita sendiri bukannya
pengetahuan orang lain atau pengetahuan kita yang mengetahui pengetahuan kita.
Istilah-istilah
lain yang setara maksudnya dengan ‘epistemologi’ dalam berbagai kepustakaan
filsafat kadang-kadang disebut juga logika material, criteriology, kritika pengetahuan,gnosiology dan dalam bahasa Indonesia lazim dipergunakan istilah
‘Filsafat Pengetahuan[1].
1. Logika material
Logika
material merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan kebenaran
materiil, yang kadang-kadang disebut juga dengan kebenaran autentik atau
otentisitas isi pemikiran.
2. Kriteriologia
Istilah
kriteriologia berasal dari kata kriterium
yang berarti ukuran, yang berarti ukuran untuk menetapkan benar-tidaknya suatu
pikiran atau pengetahuan tertentu. Sehingga kriteriologi merupakan suatu cabang
filsafat yang berusaha untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau
pengetahuan berdasarkan ukuran tentang kebenaran.
3. Kritika pengetahuan
Kritika
pengetahuan dalap diartikan menunjuk kepada suatu ilmmu pengetahuan yang
berdasarkan tinjauan secara mendalam berusaha menentukan benar tidaknya suuatu
pikiran atau pengetahuan manusia. Kritikan disini dapat dikatakan sejenis usaha
manusia untuk menetapkan, apakah suatu pikiran atau pengetahuan manusia itu
sudah benar atau tidak denar dengan jalan meninjaunya secara sedalamm-dalamnya.
4. Gnoselogia
Istilah
gnoselogia berasal dari kata gnosis dan logos. Gnosis berarti pengetahuan yang bersifat keilahian, logos berarti ilmu pengetahuan.
Sehingga, gnoselogia berarti ilmu
pengetahuan atau cabangfilsafat yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan
mengenai hakikat pengetahuan, khususnya mengenai pengetahuan yang bersifat
keilahian.
5. Filsafat pengetahuan
Filsafat
pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai
masalah hakikat pengetahuan.
Epistemologi
sangat berkaitan erat dengan ilmu-ilmu lain. Contoh kaitannya dengan ilmu
Biologi adalah ketika seseorang melakukan penelitian tentang ikan, dimana ikan
ini termasuk ke dalam hewan vertebrata. Maka muncul beberapa pertanyaan seperti
:
Ø Apakah benar ikan itu
termasuk ke dalam vertebrata ?
Ø Bagaimana cara kita
mengetahui bahwa ikan termasuk hewan vertebrata ?
Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut maka di jawab dengan epistemology karena
epistemology itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara
mendapatkan ilmu yang benar.
B. Arti pengetahuan
Pengetahuan
adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atas segala perbuatan manusia untuk
memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami
suatu objek tertentu. Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada di dalam pikiran
manusia, tanpa pikiran pengetahuan tidak akan eksis. Oleh karena itu,
keterkaitan antara pengetahuan dan pikiran merupakan sesuatu yang kodrati. Bahm[2]
menyebutkan ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran
manusia, yaitu:
1. Mengamati (observes); pikiran berperan dalam
mengamati objek-objek.
2. Menyelidiki (inquires); ketertarikan pada objek
dikondisikan oleh jenis-jenis objek yang tampil.
3. Percaya (believes); manakala suatu objek muncul
dalam kesadaran, biasanya objek-objek itu diterima sebagai objek yang menampak.
4. Hasrat (desires); kodrat hasrat ini mencakup
kondisi biologis serta psikologis dan interaksi dialektik antara tubuh dan
jiwa.
5. Maksud (intends); memiliki perasaan yang
mendorong ketika melakukannya.
6. Mengatur (organizes); setiap pikiran adalah suatu
organism yang teratur dalam diri seseorang.
7. Menyesuaikan (adapts); menyesuaikan pikiran sekaligus
melakukan pembatasan-pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadan yang tercakup dalam otak
dan tubuh di dalam fisik, biologis, lingkungan social dan cultural dan
keuntungan yang terlihat pada tindakan, hasrat, dan kepuasaan.
8. Menikmati (enjoys); pikiran pikiran mendatangkan
keasyikan.
C. Terjadinya pengetahuan
Terjadinya
pengetahuan ditimbulkan karena sudut pandang dari filsafat mengenai apakah
pengetahuan itu terjadi karena pengetahuan a priori atau pengetahuan a posteriori.
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui
pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman bathin. Sedangkan,
pengetahuan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya
pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif[3]. Sebagai
alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya
An Introduction to Philosophical Analysis
mengemukakan ada enam hal, yaitu sebagai berikut:
1. Pengalaman indra (Sense Experience)
Pengalaman indra merupakan sumber pengetahuan yang
berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan
indra.
2. Nalar (Reason)
Nalar
adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih
dengan maksud untuk mendapat pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam masalah ini adalah tentang asas-asas pemikiran berikut ini:
a) Principium Identitas, adalah sesuatu itu mesti sama dengan dirinya
sendiri (A=A). Asas ini biasa juga disebut dengan asas kesamaan.
b) Principium Contradictionis, maksudnya bila terdapat dua pendapat yang
bertentangan, tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan atau
dengan kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang
bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut sebagai asas pertentangan.
c) Principium Tertii Exclusi, yaitu pada dua pendapat yang berlawankan tidak
mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah. Kebenaran hanya
terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Asas
ini biasa disebut juga dengan asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
3. Otoritas (Authority)
Otoritas
adalah kekuasaan yang sah dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya.
Yang mana pengetahuan ini terjadi karena adanya otoritas atau pengetahuan yang
terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
4. Intuisi (Intuition)
Intuisi
adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan dengan
tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang berupa
pengetahuan.
5. Wahyu (Revelation)
Wahyu
disini dapat dartikan sebagai salah satu sumber pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang yang mempunyai keyakinan pengetahuan dan secara dogmatic akan
melaksanakannya dengan baik.
6. Keyakinan (Faith)
Keyakinan
adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui
kepercayaan. Yang mana keyakinan ini melulu kemampuan kejiwaan manusia yang
merupakan pematangan (maturation)
dari kepercayaan yang bersifat statis.
D. Hubungan episteminologi terhadap Al-qur’an dan Hadis.
Sebagaimana paradigm dari episteminologi mengenai cara
mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar. Tentunya dapat dilakukan melalui
cara-cara secara sistematis, empiris dan objektif. Dalam hal ini seseorang
dapat dinyatakan mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar setelah melalui
beberapa system yang terstruktur. Mengenai apa ? Bagaimana? Apakah? Seperti
yang dijelaskan dalam Al-qur’an mengenai proses penciptaan manusia dalam surah
Al-Mukminum ayat 12-15. Yang artinya,
“Dan
sesungguhanya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasuci Allah, Pencipta yang
paling baik.”
D. Jenis-jenis pengetahuan
Pengetahuan
itu menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi atas:
1. Pengetahuan nonilmiah
Pengetahuan
nonilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang
sesuatu atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Contoh
tangkapan-tangkapan terhadap hal-hal yang biasanya disebut gaib.
2. Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan
ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan
metode ilmiah. Jenis-jenis pengetahuan juga dapat dilihat pendapat Plato dan
Aristoteles. Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan-tingkatan pengetahuan
sesuai dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya adalah sebagai berikut:
a) Pengetahuan Eikasia
(Khayalan)
Pengetahuan
eikasia ialah pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran yang mana
berisi hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta
kenikmatan manusia yang berpengetahuan.
b) Pengetahuan Pistis
(Substansial)
Pengetahuan
pistis adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan
atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung yang mana isi pengetahuan
semacam ini mendekati suatu keyakinan (kepastian yang bersifat sangat pribadi
atau kepastian subjektif) dan mengandung nilai kebenaran apabila mempunyai
syarat-syarat yang cukup bagi suatu tindakan mengetahui; misalnya mempunyai
pendengaran yang baik, penglihatan normal, serta indra yang normal.
c) Pengetahuan Dianoya
(Matematik)
Pengetahuan
dianoya adalah pengetahuan yang tingkatan di dalamnya terdapat sesuatu yang
tidak hanya terletak pada fakta atau objek yang tampak, tetapi juga terletak
pada bagaimana cara berpikirrnya. Pengetahuan ini disebut juga dengan
pengetahuan piker.
d) Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan
noesis adalah pengetahuan yang objeknya ialah prinsip-prinsip utama yang
mencakup epistemologik dan metafisik.
Pengetahuan
yang umumnya merupakan kumpulah dinamakan rational
knowledge yang dipisahkan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Pengetahuan produksi
(seni)
2. Pengetahuan praktis
(etika, ekonomi, politik)
Dalam penelitian boleh meneliti apa saja
akan tetapi objek yang diteliti adalah sesuatu yang dapat dilihat (konkrit)
bukan yang abstrak dan dalam proses penelitian itu juga harus empiris atau
ttersusun agar lebih efisien.
E. Asal Usul Pengetahuan
Untuk mendapatkkan
dari mana ilmu pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran
dalam pengetahuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana
berfikir ilmiah.
1.
Aliran-Aliran dalam Pengetahuan
Dari
aliran ini tampak jelas perbedaannya bagaimana pengetahuan itu berasal.Aliran
itu, yakni sebagai berikut.
a) Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan
yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal).Hanya pengetahuan
yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat
umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat yang dipakai oleh semua pengetahuan
ilmiah.Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang
didapatkan oleh akal.Akal dapat menurunkan kebenaran daripada dirinya sendiri,
yaitu atas dasar asas pertama yang pasti.Metode yang diterapkan adalah
deduktif.Teladan yang dikemukkakan adalah ilmu pasti. Filsufnya antara lain
Rene Descartes, B. Spinoza, dan Leibniz.
Rene Descartes membedakan tiigga ide
yang ada pada diri manusia, yaitu (1) innate ideas adalah ide bawaan yang
dibawa manusia sejak lahir, (2) adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal
dari luar diri manusia, dan (3) factitious ideas adalah ide-ide yang
dihhasilkan olehh pikiran itu sendiri[4].
b)
Empirisme
Aliran
ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi sumbe
pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun lahiriah. Akal bukan jadi
sumbber pengetahuan, ttetapi akal mendaoat tugas untuk mengolah bahan-bahan
yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah Induksi. Filsuf
empirisme antara lain John Locke, David Hume, Williams James.
c)
Kritisisme
Penyelesaian
pertentangan antara rasionalisme dan empirisme hendaak diselesaikan oleh
Immmanuel Kant dengan kritisismenya. Menurut I Kant, peranan budi sangat besar
sekali. Hal ini tampak dalam pengetahuan apriorinya, baik yang analitis maupun
yang sintetis. Di samping itu, peranan pengalaman (empiris) tampak jelas dalam
pengetahuan aposteriorrinya.
Dalam
kritik atas Rasio Murni, .I. Kant
membedakan tiga macam pengetahuan, sebagai berikut.
(1) Pengetahuan
analitiis: di sini predikat sudah termuat dalam subjek. Predikat diketahui
melaui analisis subjek. Misalnya, lingkaran bulat.
(2) Pengetahuan
sintetis aposteriori: di sini predikat dihubungkan denggan subjek berdasar
pengalaman indrawi. Misalnya, kalimat “Hari ini sudah hujan”, merupakan hasil
observasi indrawi “sesudah” obserrvasi saya, saya bias mengatakan bahwa S
adalah P.
(3) Pengetahuan
sintetis apriori: akal budi dan pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu
pasti, ilmu pesawat, ilmu alam bersifat sintetis apriori. Kalau saya tahu bahwa
10+5= 15 memang terjadi sesuatu yang sangat istimewa[5].
d)
Positivisme
Positivisme
berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktul, dan yang positif. Segala
uraian dan persoalan yang diluar apa yang ada sebagai fakta atau kenyataan
dikesampingkan. Arti segala ilmu pengetahuan adalah mengetahui untuk dapat
melihat ke masa depan.
Tokoh
positvisme adalah August Comte. Menurut August Comte, perkembangan pemikiran
manusia berlangsung dalam 3 tahaap atu 3 zaman, yaitu zaman teologis, zaman
metafisis, dan zaman ilmiah atau zaman positif. Perkembangan yang demikian itu
berlaku, baik bagi perkembangan pemikiran perorangan maupun gabi
perkembanganpemikiran seluruh umat manusia..
(1) Pada zaman
teologis orang mengarahkan rohnya kepada hakikat ‘batiniah’ segala sesuatu,
kepada ‘sebab pertama’ dan ‘tujuan terakhir’ segala sesuatu. Orang yakin bahwa dibelakang tiap kejadian tersirat suatu
pernyataan kehendak yang secara khusus. Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi
tiga tahap, yaitu a. tahap yang paling bersahaja atau primitive, ketikka orang
mengangggap bahwa semua benda berjiwa (animisme); b. tahap ketika orang
menurunkan kelompok hal-hal tertentu masing-masing diturunkannya dari suatu
kekuatan adikodrati, yang melatarbelakanginya, sedemikian rupa sehingga setiap
kawasan gejala memiliki dewa-dewanya sendiri (politeisme); c. tahap yang
tertiing, ketika ornag mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh
tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
(2) Zaman metafisika,
sebenarnya hanya mewujudkkan suatu perubahan
saja dari zaman teologis. Sebab kekuatan yang adikodrati atau dewa-dewa
hanya diganti dengan kekuatan yang abstrak, dengan pengertian atau dengan
pengada yang lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam suatu yang bersifat
umu, yang disebut aam dan yang dipandang sebagai as all segala penampakan atau
gejala yang khusus.
(3) Zaman positif
adalh zamman ketika orang tahu, bahwa tiada gunanya bberusaha untuk menccapai
pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, bagi pengenalan teologis maupun
pengenalan mettafisis.
2.
Metode Ilmiah
Metodologi
merupakan hal yang mengkaji urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya
pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah.Metode yang digunakan bias
berbeda, hal itu tergantung pada jenis, sifat, dan bentuk objek material dan
objek formal yang tercakup di dalamnya pendekatan (approach), sudut pandang
(point of view), tujuan, dan ruang lingkup (scope) masing-masing disiplin itu.
Kata
metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta
(menuju,melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos ( jalan, perjalanan,
cara, arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah,
hipoteis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut
sistematuran tertentu[6].
Peter
R. Senn dalam membedakan metode dengan metodologi[7]
berpendapat bahwa metode adalah suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang menpunyai langkah-langkah
sistematis. Adapun metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan-peraturan dalam metode-metode tersebut.
Menurut
Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua macam, yaitu
sebagi berikut:
a) Metode ilmiah yang
bersifat umum
Metode lmiah yang bersifat umum masih
dapat dibagi dua, yaitu metode analitiko-sintesis dan metode non-deduksi.
Metode analitiko-sintesis merupakan gabungan dari metode analisis dan metode
sintesis. Metode non-deduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode
induksi.
Metode analisis ialah cara penanganan
terhadap barang sesuatu atau sesuatu objek ilmiah tertentu dengan jalan
memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.
Pengetahuan analitik a priori misalnya, definisi segitiga yang menyatakan bahwa
segitiga merupakan suatu bidang yang dibatasi oleh tuga garis lurus yang saling
beririsan yang membentuk sudut-sudut yang berjumlah 180o.
Metode sisntesis ialah cara penanganan
terhadap suatu objek tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu
dengan pengertian yang lainnya. Sehingga, menghasilkan sesuatu pengetahuan yang
baru.
Metode deduksi ialah cara
penangananterhadap suatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan
mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan atas ketentuan yang bersifat
umum.
Metode induksi ialah cara penanganan
terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atau bersifat lebih umum
berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat
khusus.
b) Metode
penyelidikan ilmiah
Metode pnyelidikan ilmiah dapat dibagi
menjadi dua, yaitu metode penyelidikan yang berbentuk daur atau metode siklus,
emprus dan metode vertical atau yang yang berbentuk garis lempang atau metode
linier.
Metode siklus-empiris ialah suatu cara
penanganan terhadap sesuatu objek linier tertentu yang biasanya bersifat
empiris-kealaman dan yang penerapannya terjadi ditempat yang tertutup, seperti
di dalam laboratorium dan sebagainya.
Metode vertical atau berbentuk garis
tegak lurus atau meted linear atau berbentuk garis lempang digunakan dalam
penyelidikan yang pada umumnya mempunyai objek materialnya berupa hal-hal yang
pada dasarnya bersifat kejiwaan, yaitu yang lazimnya berupa atau terjelma
dengan tingkah laku manusia dalam berbagai bidang kehidupan, seperti dalam
bidang poltik, ekonomi, social, dan sebagainya.
3.
Sarana berpikir ilmiah
Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya ada tiga,
a) Bahasa lmiah,
terbagi menjadi dua:
Ø Penggolongan
bahasa, dalam penelaahan bahasa pada umumnya dibedakan antara alami dan bahasa
buatan.
·
Bahasa alami ialah bahasa sehari-hari yang biasa
digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas dasar pengaruh alam
sekelilingnya.
·
Bahasa buatan ialah bahasa yang disusun sedemikian rupa
berdasarkan pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu.
Ø Fungsi bahasa,
sebagai pernyataan pikiran atau perasaan dan alat komunikasi manusi, bahasa
mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu:
·
Fungsi ekspresif atau emotif nampak pada pencurahan rasa takut serta
takjub yang dilakukan serta merta pada pemujaan-pemujaan, demikian juga
pencurahan seni suara maupun seni sastra.
·
Fungsi efektif atau praktis Nampak jelas untuk
menimbulkan efek psikologis terhadap orang lain dan sebagai akibatnya
mempengaruhi tindakan-tindakan mereka kearah kegiatan atau sikap tertentu yang
diinginkan.
·
Fungsi simbolik di pandang dalam artian yang luas,
meliputi fungsi logic serta komunikatif karena arti itu dinyatakan dalam symbol
bukan hanya untuk menyatakan fakta saja, melainkan juga untuk menyampaikan
kepada orang lain.
b) Logika dan
matematika
Logika
dan matematika merupakan dua pengetahuan yang selalu berhubungan erat, yang
keduanya sebagai saran berpikir deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa
artifisial, yakni murni bahasa buatan. Baik logika maupun matematika lebih
mementingkan bentuk logis pernyataan-pernyataannya mempunyai sifat yang jelas
pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang
lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada
premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
c) Logika dan
statistika
secara etimologi kata statistic berasal dari kata status (bahasa latin)
yang memounyai persamaan arti dengan kata state (bahasa inggris), yang dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Negara. Pada mulanya, kata statistic
diartikan sekumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data
kuantitatif) maupun tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti
penting dan kegunaan yang besar bagi suatu Negara. Namun, pada perkembangan
selanjutnya arti kata statistic hanya dibatasi pada sekumpulan bahan keterangan
yang berwujud angka saja.
Logika
dan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif untuk mencari
konsep yang berlaku umum. Penalaran induktif dalam penalaran ilmiah yang
bertitik tolak pada sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum
sebagai hokum ilmiah, maka secara berurutan sebagai proses penalaran dapatlah
disusun sebagai berikut: obsevasi dan eksperimen, hipotesis ilmiah, verifikasi
dan pengukuhan, teori dan hukum ilmiah.
Metode
penyimpulan kausal, pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf Inggris John
Stuart Mill, sehingga metode ini sering disebut metode Mill. Metode kausal
dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
Ø Metode persesuaian
Ø Metode perbedaan
Ø Metode gabungan
persesuaian dan perbedaan
Ø Metode sisa
Ø
Metode perubahan seiring
Jadi, peran statistic dalam kegiatan penelitian ilmiah dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Ø Memungkinkan
pencatatan data penelitian dengan eksak.
Ø Memandu peneliti
untuk menganut tata piker dan tata kerja yang definitive dan eksak
Ø Menyajikan
cara-cara meringkas data ke dalam bentuk ang bermakna lebih banyak dan lebih mudah
mengerjakannya.
Ø Memberikan
dasar-dasar untuk menarik simpulan melalui proses yang meliputi tata cara yang
diterima oleh ilmu
Ø Memberikan
landasan untuk meramalkan secara ilmiah tentang bagaimana suatu gejala akan
terjadi dalam kondisi yang telah diketahui.
Ø Memungkinkan peneliti
menganalisis, menguraikan sebab-akibat yang kompleks dan rumit, andaikata tanpa
statistic hal itu bakal merupakan peristiwa yang membingungkan dan bakal tidak
dapat diuraikan.
F. Manfaat Teoretis-Epistemologis
1.
Menangkap Substansi Ilmu
a.
Menemukan ekslempar-ekslempar dalam suatu ilmu
Ekslempar
bias berupa kebiasaan-kebiasaan nyata, keputusan-keputusan hukum yang diterima,
hasil-hasil nyata perkembangan ilmu pengetahuan serta hasil-hasil penemuan ilmu
pengetahuan yang diterima secara umum. Sebagai contoh, kedua hasil karya
Durkheim, Suicide dan The Rule of Socieological Methode yang mendapat pengakuan
dan diterima secara umum dikalangan ilmuwan social sehingga menempati kedudukan
sebagi ekslemplar dalam paradigm sosiologi, yakni paradigm fakta social dan
paradigm definisi social. Begitu pula karya Weber tentang Social Action yang
menjaadi ekslemplar bagi kedua paradigm di atas[8].
Sudah barang tentu, dalam ilmu-ilmu lain
akan banyak dijumpai ekslemplar-ekslemplar semacam ini. Penelitian yang serius
akan dapat menemukan penemuan-penemuan baru yang nyata (ekslemplar) dealam
suatu bidang ilmu yang di dalamnya mencetuskan paradigm tertentu. Dari
ekslemplar inilah nantinya suatu tawaran paradigmma akan mudah dikenali.
b.
Mencari paradigma dalam ekslemplar-ekslemplar
Bila ingin menggunakan sosiologi
pengetahuan dalam meneropong ilmu-ilmu keislaman, seseorang harus mencermati
paradigma-paradigma yang pernah muncul dalam setiap ilmu. Setelah
paradigma-paradigma yang ada dalam suatu ilmu ditemukan, maka ia dapat
melakukan identifikasi atas teori-teori yang bernaung dalam salah satu dari
paradigma-paradigma yang ada.
c.
Mengidentifikasi teori-teori dalam suatu paradigma
Secara bahasa adalah sekumpulan ide yang
telah dibuktikan secara semsestinya dan dipergunakan untuk menjelaskan suatu
fakta atau peristiwa[9].
Dalam pandangan filsafat ilmu kontemporer, teori adalah sebuah system
praanggapan-praanggapan yang memandu jalanya penelitian keilmuan.
Praanggapan-praanggapan dalam dunia ilmu tidak bias dikatakan kebal dari
perubahan[10].
Oleh karena itu, praanggapan-praanggapan harus selaly diklarifikasi melalui
research yang tidak pernah berhenti. Hal demikian penting karena darah ilmu
dewaasa ini adalah research yang terus-menerus (continuing research), bukannya hasil
akhir yang baku[11].
2. Mengembangkan paradigma
a.
Menelusuri kaitan antara paradigm dengan konteks
sosio-historinya
Paradigma yang muncul dalam stiap
pengetahuan pasti tekait dengan kondissi dan situasi social pada waktu dan
tempat tertentu.kebenaran yang dicapai pada tempat dan zaman tertentu hanya
merupakan kebenaran yang temporer dan lokasional.Ia hanyalah kebenaran yang
dihasilkan dari suati perspektif saja. Untuk mendapatkan kebenaran yang lebih
tinggi dari itu, maka harus dilakukan dialog antara berbagai perspektif,
sehingga tercapai kebenaran consensus atau kebenaran intersubjektif.
b.
Mencari paradigm baru berdasarkan analisi: persoalan
sosio-historis kontemporer
Mencari kemungkinan paradigm baru
berdasarkan analisis persoalan sosio-historis kontempore merupakan pekerjaan
yang tidak mudah.Seorang peneliti harus memiliki kemampuan memahami
persoalan-persoalan social kemasyarakatan secara tepat. Di samping itu, ia juga
harus memiliki kemampuan akademik yang mumpuni dalam suatu bidang ilmu yang
ditekuninya, sehingga ia bias mengetahui kelemahan-kelemahan paradigm yang
tellah ada sebelumnya dan mencarikan paradigm baru yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat. Untuk dapat menemukan paradigm baru yang relevan dengan tuntutan
realitas masyarakat, seseorang harus memiliki paling tidak dua kemampuan
sekaligus yakni kemampuan analisis social dan kemampuan akademik yang tinggi
atas ilmu yang menjadi spesialisasinya.
c.
Mencari teori-teori barudalam paradigma baru
Mencari kemungkinan teori-teori baru yang
bernaung dalam paradigm baru merupakan tugas yang harus dilakukan bagi para
pengkaji sosiologi pengetahuan dalam ilmu keislaman.Hal ini terjadi karena
paradigm baru ilmu-ilmu keislaman merupakan persoalan tersendiri yang tidak
mudahdiselesaikan. Sementara paradigma baru masih dicari, tugas mencari
teori-teori baru juga tidak bisa ditunda lagi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jenis-jenis
pengetahuan terbagi atas dua, yaitu pengetahuan nonilmiah dan pengetahuan
ilmiah. Yang mana pengetahuan ilmiah terbagi lagi atas, pengetahuan khayalan,
subtansial, matematik dan filsafat. Ilmu pengetahuan itu muncul (berasal) bias dilihat dari
aliran-aliran dalam pengetahuan, dan bias dengan cara metode ilmiah, serta dari
sarana berfikir ilmiah.
Untuk mendapatkkan dari mana ilmu pengetahuan itu muncul
(berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran dalam pengetahuan, dan bisa dengan
cara metode ilmiah, serta dari sarana berfikir ilmiah.
Manfaat dari teoritis-epistemologi pun
sangat banyak di antaranya, menangkap subtansi ilmu dan mengembangkan
paradigma. Maka dari itu lah pengetahuan mengenai epitemologi ini sangat
diperlukan untuk di pelajari, terutama untuk mengetahui apa hakikat dari pengetahuan
itu sendiri.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan adanya saran atau
kritik yang membangun guna untuk kemajuan makalah ini menjadi lebih baik.
Semoga makalah sederhana ini dapat membantu para pembaca untuk menambah wawasan
dan dalam hal mengetahui yyitik kebenaran mengenai apa itu hakikat dari
pengetahuan dari pangan para filsuf melalui media filsafat ilmu ini.
DAFTAR PUSTAKA
·
Ahmad Tafsir. 2004. FILSAFAT ILMU. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.
·
Jujun S. Suriasumantri. 2003. FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR POPULER.PT Pancaranintan
Indahgraha : Jakarta.
·
Muhyar Fanani. 2008. METODE STUDI ISLAM. Pustaka Pelajar : Semarang.
·
Surajiyo.2007. FILSAFAT
ILMU dan PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA. Bumi Aksara : Jakarta
· Stefanus
Supriyanto,Ms. 2013. FILSAFAT ILMU.
Prestasi Pustaka : Surabaya
[1] Abbas Hamami M., 1982, hlm.1
[2]dalam Rizal Mustansyir dkk., 2011
[3]Abbas Hamami M., 1982, hlm. 11
[4]Ali Mudhofir, 1996, hlm.24
[5]Abbas Hamami, 1982
[6]Anton Bakker,19884,hlm. 10
[7]dalam Jujun S. Suriasumantri,1987
[8]George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma
Ganda, terj. Alimandan (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003), 5-6
[9]AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary,
(Oxford: oup, 1996), 1237.
[10]A.B. Shah, Metodologi Ilmu Pengetahuan Ilmiah,
terj. Hasan Basari (Jakarta: Yayasan Obor, 1986), 75.
[11]Harold I. Brown, Perpection, Theory and
Commitment: The New Pholosophy of Science (Chicago: The University of Chicago
Press, 1979), 165-6.
Komentar yang membangun sangat dinantikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar